1. Pengertian Wacana
Wacana merupakan padanan dari discourse. Pada mulanya wacana dalam bahasa Indonesia hanya mengacu pada bahan bacaan, percakapan, dan tuturan. Di buku-buku pelajaran bahasa Indonesia kata wacana digunakan sebagai kata umum. Akan tetapi, istilah wacana ini ternyata mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan. Arifin dan Rani (2000: 3) menyatakan wacana sebagai satuan paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya berturut-turut adalah kalimat, frasa, kata, dan bunyi.
Cook (dalam Arifin dan Rani, 2000: 4) menyatakan wacana sebagai penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Wacana sebagai penggunaan bahasa lisan dinyatakan dalam bentuk tuturan. Tuturan merupakan kalimat yang diucapkan secara lisan. Tuturan ini sangat dipengaruhi oleh konteks ketika tuturan tersebut diucapkan. Sedangkan wacana sebagai penggunaan bahasa tulis diwujudkan dalam teks yang berisikan rangkaian proposisi sebagai hasil ungkapan dari ide atau gagasan. Proses komunikasi pada wacana tulis tidak terjadi secara langsung atau berhadapan. Penutur (penulis) menuangkan ide atau gagasannya dalam kode-kode kebahasaan dalam bentuk kalimat-kalimat. Rangkaian kalimat itu nantinya akan ditafsirkan mitra tutur (pembaca).
Wacana merupakan teks yang pada dasarnya merupakan satuan dari makna. Oleh karena itu, teks harus dipandang dari dua sudut secara bersamaan yaitu sebagai produk dan hasil. Teks sebagai produk merupakan keluaran (output), sesuatu yang dapat diremak atau dipelajari karena mempunyai susunan tertentu dan dapat diungkapkan dengan peristilahan yang sistemik. Sedangkan teks sebagai proses dinyatakan dalam arti bahwa teks tersebut memiliki proses pemilihan makna yang terus-menerus, suatu perubahan melalui jaringan makna, dengan setiap perangkat lebih lanjut.
2. Tindak Tutur
Tindak tutur dapat dikatakan sebagai satuan terkecil dari komunikasi bahasa yang memiliki fungsi dengan memperlihatkan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya tergantung pada kemampuan penutur dalam menghasilkan suatu kalimat dengan kondisi tertentu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Richards (dalam Suyono, 1990: 5) yang berpendapat mengenai tindak tutur sebagai the things we actually do when we speak atau the minimal unit of speaking which can be said to have function. Pendapat yang mirip juga dikemukakan oleh Arifin dan Rani (2000:136) yang menganggap tindak tutur sebagai produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan satuan terkecil dari komunikasi bahasa. Chaer dan Agustina (1995:64) lebih mengkhususkan tindak tutur sebagai gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.
Seorang filsuf Austin (1911-1960) dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words (1962) mencetuskan teori tindak tutur (speech act theory). Menurutnya, saat bertutur, orang tidak hanya bertutur namun juga melakukan suatutindakan. Misalnya, pada tuturan I bet you ten pence she will come tomorrow, penutur tidak hanya bertutur, namun juga melakukan tindakan, yakni bertaruh. Tuturan seperti itu disebut tuturan performatif. Tuturan performatif adalah lawan dari tuturan konstatif, yakni tuturan yang dapat dinyatakan benar atau tak benar.
Menurut Austin, ada tiga jenis tindakan yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu (1) tindak lokusi (locutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sesuatu; (2) tindak ilokusi (illocutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan; dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh terhadap petutur untuk melakukan sesuatu.
Seorang murid Austin, Searle (1965) mengkritik taksonomi atau klasifikasi tindak tutur yang dibuat Austin. Menurutnya, dalam taksonomi Austin terdapat hal yang membingungkan antara verba dan tindakan, terlalu banyak tumpang tindih dalam kategori, terlalu banyak heterogenitas dalam kategori, dan yang paling penting adalah tidak adanya prinsip klasifikasi yang konsisten. Untuk itu, Searle kemudian mengajukan taksonomi baru.
Searle membagi tindak tutur berdasarkan fungsi pragmatis bahasa yang meliputi tindak tutur representatif atau asertif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur deklaratif. Searle (dalam Syamsuddin, et. al.,1998:97) mengemukakan bahwa tindak tutur representatif merupakan tindak yang berfungsi menetapkan atau menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu terjadi dengan apa adanya. Misalnya pemberian pernyataan, saran, pelaporan, pengeluhan, dan sebagainya. Berbeda halnya dengan tindak tutur komisif yaitu tindak tutur yang memiliki fungsi untuk mendorong penutur melakukan sesuatu. Yang termasuk dalam tindak komisif itu sendiri adalah bersumpah, berjanji, dan mengajukan usulan. Sedangkan tindak tutur direktif dianggap sebagai tindak tutur yang mendorong pendengar untuk melakukan sesuatu. Selain tidak tutur representatif, komisif, dan direktif juga terdapat tindak ekspresif yaitu tindak tutur yang berkaitan dengan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindakan meminta maaf, humor, memuji, basa-basi, berterima kasih, dan sebagainya. Tindak ekspresif memiliki fungsi untuk mengekspresikan sikap psikologis pembicara terhadap pendengar sehubungan dengan keadaan tertentu. Tindak tutur yang terakhir yang dikelompokan Searle adalah tindak tutur deklaratif. Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang menghubungkan isi proposisi dengan realitas yang sebenarnya. Tindak tutur ini dapat dilihat pada tindak menghukum, menetapkan, memecat, dan memberi nama.
Lima fungsi umum dari tindak tutur yang dikemukakan Searle dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel: Lima Fungsi Umum Tindak Tutur
Tindak Tutur | Arah Kesesuaian | S=penutur X=situasi |
Representatif Komisif Direktif Ekspresif Deklaratif | membuat kata-kata sesuai dengan dunia membuat dunia sesuai dengan kata-kata membuat dunia sesuai dengan kata-kata membuat kata-kata sesuai dengan dunia kata-kata mengubah dunia | S percaya X S memaksudkan X S ingin X S merasa X S menyebabkan X |
Searle membagi tindak tutur berdasarkan fungsi pragmatis bahasa yang meliputi tindak tutur representatif atau asertif, tindak tutur komisif, tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur deklaratif.
a. Representatif
Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujarkan. Jenis tindak tutur ini kadang-kadang disebut juga tindak tutur asertif. Berikut ini adalah tuturan representatif.
(4) I believe that this house belongs to her.
Dalam tuturan itu, penutur memberi pernyataan bahwa rumah ini (this house) adalahmilik seorang wanita (her). Tuturan yang memberikan pernyataan atau menyatakantermasuk tuturan representatif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur representatif adalahtuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan,menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi dan sebagainya. Dalam tuturan itu,penutur bertanggung jawab atas kebenaran isi tuturannya. Penutur, dalam hal ini,memberi pernyataan bahwa rumah ini (this house) adalah milik seorang wanita (her).
b. Direktif
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Jenis tindak tutur ini disebut juga tindak tutur impositif. Tuturan berikut ini merupakan tuturan direktif.
(5) Can you, please, open the door!
Dalam tuturan ‘Can you, please, open the door!’, penutur meminta mitra tuturnya untuk melakukan tindakan sesuai dengan apa yang ada dalam tuturannya, dalam hal ini adalah membuka pintu. Tuturan yang meminta mitra tutur untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dituturkan oleh penuturnya dinamakan tindak tutur direktif. Tuturantuturan memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon,menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, dan menantang termasuk ke dalam tindak tutur direktif.
c. Ekspresif
Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tindak tutur ekspresif ini disebut juga sebagai tindak tutur evaluatif menurut Fraser (1976). Tuturan berikut ini merupakan tuturan evaluatif.
(6) Thank you for your coming.
Dalam tuturan itu, penutur memberikan evaluasi tentang hal yang ada dalam tuturannya, yaitu kedatangan mitra tuturnya. Dengan mengucapkan terima kasih atas kedatangan mitra tuturnya, penutur memberikan evaluasi terhadap kedatangan mitra tuturnya itu. Memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, menyanjung termasuk ke dalam jenis tindak tutur ekspresif atau evaluatif ini.
d. Komisif
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tuturan berikut ini termasuk ke dalam tindak tutur komisif.
(7) I promise I’ll come tomorrow
Dalam tuturan ‘I promise I’ll come tomorrow’, penutur terikat untuk melakukan atau melaksanakan apa yang ada dalam tuturannya. Dalam tuturan itu, penutur terikat untuk datang pada keesokan harinya. Tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang dituturkan termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif. Dengan demikian, ujaran I promise I’ll come tomorrow termasuk ke dalam tindak tutur komisif. Termasuk ke dalam jenis tindak tutur komisif adalah tuturan-tuturan berjanji, bersumpah, mengancam, menyatakan kesanggupan, dan berkaul.
e. Deklarasi
Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebgaianya) yang baru. Dalam usahanya untuk memperoleh istilah yang paralel, Fraser (1978) menyebut tindak tutur ini dengan istilah establishive atau isbati. Tuturan berikut ini termasuk ke dalam jenis tindak tutur deklarasi atau isbati.
(8) I now pronunce you man and wife.
Dalam tuturan itu, penutur menciptakan keadaan atau status baru karena apa yang dituturkannya. Dengan mengatakan ‘I now pronunce you man and wife’, penutur mengubah status seorang perempuan menjadi istri dari seorang laki-laki dan sebaliknya.
Adanya perubahan status atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur isbati atau deklarasi ini. Oleh karena itu, tuturan I now pronunce you man and wife termasuk tindak tutur deklarasi karena tuturan ini dimaksudkan oleh pewicara untuk menciptakan hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru. Tuturan-tuturan dengan maksud mengesahkan, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, mengabulkan, mengangkat, menggolongkan, mengampuni, memaafkan termasuk ke dalam tindak tutur deklarasi.
E. Daftar Pustaka
Arifin, Bustanul dan Rani, Abdul. 2000. Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Chaer, Abdul dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaniago, Sam Mukhtar., Mukti U.S., dan Maidar Arsyad. 1997. Pragmatik. Pondok Cabe: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ismari. 1995. Tentang Percakapan. Surabaya: Airlangga University Press.
Rahardi, R. Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: DIOMA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar